Ekonomi, Angin Malam dan Wedang Jahe

Angin malam menyelongsong masuk ke tubuhku, terasa dingin dan kaku, bagaimana tidak? Aku sekarang berada di teras rumahku yang terkenal akan hembusan angin malam yang kuat dan dingin. Kalau bukan karena ke empat sahabatku yang meminta, aku tak perlu merasakan udara dingin seperti ini. Tugas Kelompok Ekonomi yang terbilang ekstrim inilah yang memaksa kami berlima harus bekerja segila ini, dan tentunya menghasilkan puluhan ronyokkan kertas yang tak beraturan, wajar sajalah tugas ini bisa segila ini, mengingat kedudukkanku berada di tingkat akhir sekolah menengah atas, hal itu akan berpengaruh pada materi Tugas hingga menghasilkan soal soal fantastik ini.

“brrr, enak juga di sini?” ujar Ruby yang tengah menikmati wedang jahenya.
“iya, anginnya nambah gairah belajar!!” sambung Renov di sudut luar pintu
“seharusnya kita sering sering ngerjain Tugas di sini..” sambung lagi Rena yang juga menikmati wedang miliknya.

Untuk kesekian kalinya, aku harus berfikir lagi “manusia macam apa mereka ini?” tidakkah mereka melihat salah satu sahabatnya yang berwajah tampan dan unyu ini merasa teraniaya oleh angin angin ini?

“fuuhhh, lelucon apa yang kalian lontarkan ini? jelas jelas angin ini menyiksa bulu bulu kulitku!!” ucap Rebo dengan nada suara dingin khas miliknya. “mungkin kalian tertarik mendengar pernyataan sang pemiik rumah!!” Rebo menunjuk kearahku yang berusaha mendinginkan tanganku dengan menggesekkan kedua tangan dengan vertikal secara berlawanan. Mereka berempat menatap tajam kearahku, seolah olah mereka seorang pemburu dan aku kijang dengan gelimpahan daging di dalamnya.

“aaa…a’ku.. aku, aku haus..” segera saja ku ambil dan meneguk wedang jahe di meja, tak tahan melihat wajah mereka itu…

Tujuh (7) lembar kertas berjejer rapi di lantai, Nampak rumus rumus hitungan ala ekonomi yang tesusun rapi di tiap lembaran, dan terukir pula senyuman puas di masing masing bibir kami.
“ngak terasa udah selesai aja..” Rena menghela sembari menegakkan tulang belakangnya. “yaudah deh, ini udah larut banget, gimana kalau kita beresin cepet cepet ni kertas, terus pulang deh..” kami berempat hanya mengangguk kecil, mungkin terlalu lelah untuk menjawabnya.

Aku segera melompat indah ke kasur Itu dan melepaskan penat di tubuhku. Bukan main, hari ini aku lelah sekali, badanku, tanganku, kakiku dan seluruh anggota tubuhku itu, terasa berat sekali tuk di gerakkan. Tapi, ada satu hal yang kurasakan, bukan pegalnya, bukan lelahnya, melainkan sebuah kebahagiaan, kebahagian aneh yang tak bisa ku terjemahkan, kebahagian itu bersifat abstrak. Apa itu? dan kebahagiaan macam apa itu? dari pada aku memikirkan semua itu, lebih baik aku menarik selimut dan mematikan lampu, karena raja kantuk dari kerajaan mimpi, sudah menunggu.
Senyuman bangga tersirat jelas oleh Bu Delima, guru Ekonomi di sekolahku untuk kelas 12. Dengan cepat, jemarinya mengukir 3 garis angka berbentuk tiang dengan dua bola di depannya “100” mungkin coretan itu sepadan dengan apa yang telah kami lakukan kemarin.
Sebulan berakhir sudah, tetapi Bu Delima tak pernah lagi memberikan tugas kelompok, entah mengapa aku menunggu tugas itu. Semenjak berakhirnya tugas kelompok itu, ada yang terasa berbeda. Sepertinya ini karena keempat sahabatku yang jarang kulihat belakangngan ini. berakhirnya tugas kelompok itu, maka berakhir pula waktu kami untuk kumpul bersama, Ruby, Rena, Renov, Rebo, mereka semua sudah sibuk dengan urusan urusan pribadi mereka. Kemana mereka? Kemana momen momen indah dulu? Kemana canda tawa itu? kemana semua kehangatan itu? kemana kebersamaan itu? mereka hilang, dan angin malam tak terasa menyenangkan lagi, walaupun wedang jahe selalu ada di meja.

2 minggu kemudian
5 cangkir “wedang jahe”, 7 buah kertas bertuliskan “Tugas Ekonomi” dan tentunya, “angin malam”. Aku terduduk dikursi teras sambil menjaga jaga benda benda ini tetap berdiri di atas lantai, sampai akhirnya Ruby, Renov, Rena, Rebo datang mengucapkan salam di depan rumahku, senyum gemilang menghiasi bibirku. Semua itu kembali. Renov, Rena, Rebo dan Ruby sibuk menikmati wedang jahe mereka, mengerjakan tugas Ekonomi dengan porak poranda kertas yang sudah ronyok, dan tentunya sebuah canda dan tawa di sela sela pekerjaan kami. Aku menyadari akan satu hal, dimana aku bertanya Tanya mengapa ada rasa bahagia di saat mengerjakan tugas kelompok ekonomi ini, dan jawabbannya adalah keempat sahabatku, merekalah yang menciptakan sebuah kebahagiaan di balik kesulitan Tugas Ekonomi itu, sebuah kebahagian yang didapat melalui rasa pegal, lelah dan kantuk. Jadi bukanlah suatu penyesalan jikalau kemarin aku memohon pada Bu Delima untuk merancang kembali tugas kelompok ekonomi, karena tugas itu bukan lagi sebuah beban disaat dikerjakan dengan ditemani oleh hembusan angin malam, wedang jahe, dan tentunya oleh lebih dari dua tangan yang mengerjakannya, apalagi jika tangan tangan itu ada sahabatku…
_________________________
Cerpen Karya Setiawan Putra