Ketika Sebuah Mimpi Dipahami

Tidak kusangka, siang yang tadinya ingin kujadikan waktu bersantai untuk melepas lelah. Setelah seharian berolahraga seperti minggu biasanya, malah berubah menjadi momen paling mengasyikan daripada hanya sekedar melepas rasa letih di tubuhku hari ini.

Pukul 13:00 tengah hari tadi, sewaktu mataku yang terjaga ini mulai kehilangan arah dalam persiagaannya di tempat tidurku, kemudian ia (baca: mata) menutup dirinya dan membawaku ke alam lain. Dalam khayalnya aku hanya mengikuti kemana alam bawah sadar mengalir, karena aku berharap bisa bermimpi indah.

Di suatu tempat yang belum jelas asal usulnya, cahaya matahari menyilaukan mataku yang masih berkedip-kedip mulai memperhatikan keadaan di sekitarnya. Terlihat bangunan batu bata besar memanjang ke arah pegunungan tinggi berkebut ini seperti sebuah benteng raksasa tak berujung. Dengan lebar sisinya sekitar 10 meter. Aku berada di atasnya dan mulai tahu dimana aku berdiri. Betul sekali, TEMBOK BESAR CINA biasa orang-orang menyebutnya.

“Senangnya bisa berada di tempat indah dan bersejarah seperti ini.” ujarku dalam hati.

Menikmati indahnya monumen paling terkenal, yang bahkan masuk dalam kategori 7 Keajaiban Dunia, membuatku LUPA bahwa dunia yang kutempati saat ini hanya sebuah fantasi belaka.

“Andai aku membawa sebuah kamera, pasti sudah ku jepret setiap sudut yang kulihat ini.” pikirku.
Sejuknya angin membuatku penasaran untuk melihat setiap sudut di tembok ini. Ketika hendak melihat bagian bawah tembok dari atas, tiba-tiba terdengar suara. Gedebuk gedebuk… Bunyi mulai terngiang di telingaku, disaat indra penghlihatan mengarah ke kanan jalur perjalanan tembok. Aku melihat dari jarak ku berdiri sekitar 200 meter disana segerombolan singa besar berlari ke arahku.

Perasaanku yang saat itu bingung bercampur kesal, langsung berlari dengan kencang lurus ke dapan. Betapa tidak, jika aku melompat ke sisi luar pun, mungkin nyawaku juga akan hilang karena tingginya benteng ini setara sebuah bukit dan lebih parahnya lagi di belakangku singa-singa ganas mulai menyerbuku.

Berlari dan terus berlari walau kaki terasa sangat lelah, tapi itulah yang sedang aku lakukan karena tak ada cara lain kecuali berlari sekencang-kencangnya untuk menyelamatkan diri.

Beberapa saat kemudian aku terhenti ketika melihat nyawaku sudah tidak punya harapan lagi ditambah kaki yang sudah tak mampu melangkah dalam peristiwa berbahaya ini, karena seekor singa buas berada di depanku dengan jarak 50 meter.

“Astaga kalau begini, aku hanya bisa pasrah kepadamu tuhan.” ucapku.

Dalam keadaan yang mungkin tidak bisa dibayangkan. Aku mencoba menenangkan hati, dan berdamai dengan diriku sendiri. Aku bertanya “Tunggu-tunggu, kenapa aku berada di tempat ini?”

“Sedangkan aku tidak tahu jalan ke negeri ini.” lanjutku dalam hati yang agak tenang.

Terbesit kesadaranku yang memahami tentang kejadian semua ini. Aku membuka mata melihat tubuhku masih berada di antara segerombolan singa dari belakang dan seekor singa paling besar dari depan yang mendekat ke arah se’onggok daging segar, yah daging itu adalah diriku.

Singa-singa yang berlari langsung melompat ke arahku dengan cakar dan taring-taringnya yang tajam wuuz… seketika terhanti begitu saja, saat mereka melihatku tertawa.

“Hahahaha… Hey kalian mau makan apa dariku?” tubuhku dan kalian hanya ilusi dalam keadaan sekarang ini, aku ini sedang bermimpi.”

“Kalian diciptakan oleh pikiranku sendiri, bahkan bukan kalian saja, semua yang kulihat cuma ada di halusinasiku.” lanjutku pada binatang-binatang itu yang sepertinya mengerti ucapanku.

Sekarang singa-singa itu menunduk padaku kemudian lenyap tak tahu kemana. Aku pun kembali menikmati pemandangan indah dari atas tembok besar, beberapa saat juga semuanya yang ku lihat sirna seperti singa singa tadi. Mataku yang mulai terbuka membuatku sadar, kalau aku sudah kembali ke kamarku lagi, dan dalam kelelahan kaki yang kurasakan karena sudah berlarian dalam pikiranku sendiri, aku pun tersenyum puas telah melewati mimpi yang mengasyikan hari ini.

Kejadian ini memberiku pesan bahwa ketakutan, keindahan, rasa senang atau derita semuanya hanya ada di dalam pikiranku, bukan hanya di dunia mimpi, tapi juga dunia nyata.
___________________________
Cerpen: Al-kausarz Sabani