Jangan Pernah Berubah Lagi Bunda

Namaku Nigita Amelsa, panggil aku Gita. Aku mempunyai kakak bernama Synta Agta, panggilannya Agta. Nama bundaku Dinda Syafniah, biasa dipanggil Dinda, sedang papaku alm. Harisy Futur, dipanggil alm. Harisy.

Sejak kepergian papaku, aku sering melamun, sudah 3 kali aku ditegur oleh guru karena melamun. Ya… Aku masih tidak bisa menerima kepergian papaku.

Pagi ini adalah minggu ke tiga liburan sekolah. Aku hanya mengurung diri di kamar sambil memandangi foto papa. Tahun lalu, papa berjanji akan mengajakku dan kakakku serta bundaku untuk bermain di New York jika aku dan kakakku bisa masuk 5 besar dengan nilai bagus. Namun apa? Beberapa minggu yang lalu, suatu kejadian yang tak pernah ku bayangkan terjadi, papaku meninggalkan keluargaku.

“Gita… Kakak pergi dulu, ingat, jaga rumah ya…” Kata kakakku.

“Kakak mau kemana sih?” Tanyaku

“Kakak mau ke rumah teman, ada tugas kuliah, dah…”. Kata Kak Agta.

“Kak, bunda mana?” Tanyaku

“Lagi dalam kamar.” Kata Kak Agta setengah teriak.

Aku hanya ber-ooo saja. Tiba-tiba..
“GITAAA… Cepat cuci baju sana!” Kata bunda mengagetkanku.

“Bun, aku belum makan!” Ujarku karena bersamaan dengan itu perutku keroncongan.

“Heh, kamu tuh ya.. MANJA!! Bunda gak suka kamu MANJA! Pokoknya kamu gak boleh makan sebelum cuci baju, cuci piring, nyapu rumah, ngepel, dan lap kaca dan barang-barang yang ada di gudang!” Kata bunda melotot.

“Bunda berubah!” Ujarku menangis.

“CEPAATTT!!!” Teriak bunda.

Akhirnya aku melaksanakan semuanya dan ternyata, azan zuhur berkumandang, ya ampun. Aku melalukan seluruhnya dari jam 09.00 sampai pukul 12.30. Sekarang, ku ambil air wudhu dan ku kenakan mukenaku lalu selesai shalat aku makan. Dan langsung masuk ke kamar dan tidur.

Byur.. Sebuah air membangunkan aku. Saat aku membuka mata, bundaku dengan mata melotot menatapku. “Siapa yang suruh kamu tidur hah?” Marah bunda.

“Bunda.. Aku capek, baru aja 30 menit yang lalu aku tidur, eh.. Udah dibangunin, ada apa sih bunda?” Tanyaku.

“KAMU YANG MAKAN AYAM PANGGANG KAK AGTA KAN? IYA KAN? JAWAB!! DASAR!! KAK AGTA BENTAR LAGI PULANG! DIA CAPE BELAJAR, SEDANGKAN KAMU? MALAH ASYIK MANDANGIN FOTO PAPAH, PAPAH TU UDAH MENINGGAL!! JADI KAMU JANGAN KECEWAIN BUNDA!!” Omel bunda dengan suara yang besar.

“Bunda.. Bunda gak sayang apa sama papa? Aku sedih papa pergi, aku hanya ingin bunda kasih waktu ke aku biar aku bisa merajut sebuah kesuksesan!!” Kataku.

“O, kamu sedih ya? HOI… AKU PUNYA SEORANG PENGGANTI PAPAH MU ITU!! DIA LEBIH KAYA DARI PAPAHMU ITU, DIa BISA BUAT GEDUNG BERTINGKAT 10, SEDANG PAPAHMU ITU, CUMA BISA BUAT RUMAH BERTINGKAT 2.” Kata bunda.

“Bunda, Bunda tu harusnya SADAR DIRI! Aku tau nama papa baru aku nanti adalah Om Andri kan? Bunda jangan khianatin papah, bunda pokoknya gak boleh satu rumah dan satu keluarga dengan Om Andri. Dia itu sahabat papah. Dia itu orang yang gak baik! Paham BUNDA?” Kataku, entahlah mengapa kata-kata itu terucap dari mulutku. Sebuah tamparan keras dari tangan bundaku terhinggap di pipiku. Lalu ada sebuah teriakan dari Kak Agta.

“BUNDAAA, JANGAN TAMPAR GITA!! BUNDA JAHAT, BUNDA BERUBAH, BUNDA MENJADI KASAR SAMA GITA, PADAHAL GITA GAK ADA SALAH SAMA BUNDA! GITA GAK MINTA APAPUN DARI BUNDA! AKU TAU KEKEJAMAN BUNDA SEJAK AKU PERGI TADI! BUNDA MELAKUKAN SESUKA HATI BUNDA SEMENJAK PAPAH PERGI! IYA KAN?” Ujar Kak Agta dengan isak tangisnya. Aku berlari ke dalam pelukan Kak Agta. Yup, perlakuan bunda memang sudah beberapa kali sejak papa pergi. Sejak papa pergi, bunda lebih sayang dengan Kak Agta karena Kak Agta lebih cantik dan lebih mandiri dari pada aku.

Aku dan kakakku pergi dari rumah, namun karena aku menangis, saat menyebrang aku meninggalkan kakakku di seberang jalan sana, ya.. aku menutup wajahku dengan kedua tanganku, kakakku berusaha memeganggku, tapi aku bersikeras untuk melepaskan genggamannya. Saat aku menyebrang kakakku menyusulku, namun nasi telah menjadi bubur, tertabrak sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. Aku terpental ke arah bahu jalan dan aku jalan dan aku mengeluarkan banyak darah. Sedang kakakku selamat.

Aku dilarikan ke sebuah rumah sakit terdekat. Saat aku bangun, isak tangis orang yang ku sayangi pun terdengar pilu. Aku pun menjatuhkan kertas yang ku remas ke bunda dan kakak, dan sebuah pesan kecil yaitu, “jangan pernah berubah lagi bunda..” Isi kertas itu ialah..

To: Bunda (Dinda Syafniah)

Bun… Aku ingin bunda gak berubah. Bunda… Jika nanti bunda akan memiliki keluarga baru, kuharap bunda tak melupakan aku, kakak dan papa. Bunda.. Jika nanti bunda punya keluarga baru, jangan menjadikan kakak sebagai pembantu. Cukup aku saja yang menderita sakit hati ini. Bunda… Maaf jika aku sering salah sama bunda. Maaf jika aku merepotkan bunda. Ku harap bunda memaafkanku. Dan ku harap bunda ingat, Jangan Pernah Berubah lagi bunda…

By: Gita (anak bunda)

Sedang untuk kakak..

To: Kakakku tercinta, (Synta Agta)

Kak… Saat kakak membaca surat ini, ku yakin aku gak ada lagi. Kak, terima kasih atas sayang kakak padaku, kak, jika aku aku pernah salah, aku minta maaf. Kak, jangan pernah terlalu bersedih atas kepergian aku dan papa. Kakak harus menyiapkan tugas kuliah, dan kakak harus bisa membanggakan bunda. Kak, kakak harus bisa menggapai cita-cita kakak sebagai dosen dan dokter. Kak, aku harap kakak bisa memaafkan kesalahanku pada kakak.

By : Gita (adik kakak).

Setelah aku mengucapkan pesan kecil itu, aku mengucapkan dua kaliamat syahadat lalu aku pergi menyusul papa di sana.
                                                       
Cerpen Karangan: Riva Fitrya