Kisah Cinta Si Bisu

Seorang remaja berkaca mata besar sedang membaca sebuah buku di perpustakaan. Kakinya yang di bawah meja, bergoyang-goyang seakan-akan dia menikmati suasana ini. Pupil matanya yang coklat bergerak bolak-balik dari sudut mata kiri ke sudut mata kanan. Mulutnya seperti berkomat-kamit. Tak ada pembaca di perpustakaan itu, seserius dirinya. Si penjaga perpus melihat gerak-geriknya dari tadi. Lalu Aulia, nama penjaga perpus tadi, langsung beranjak dari kursi kulitnya untuk mendekati bocah tadi. Dap! Aulia menepuk punggung bocah kutu buku itu. Tanpa diperintah, si bocah pun langsung kaget dan menoleh ke arah Aulia.

“Serius amat. Baca buku apa?” tanya Aulia dengan senyuman ramah.

Bocah itu ternyata bisu dan Aulia hanya bisa melihat ia memainkan tangannya untuk memberikan bahasa isyarat.

“Hehehe. Iya, maaf.” Aulia menggaruk-garuk kepalanya dan kembali menuju bangku kerjanya. Ternyata nama anak itu Atlas, pikir Aulia setelah mengecek daftar anggota perpus. Ia pun melirik kembali Atlas, dan dari wajahnya tampak ia merasa iba dan simpati.

Adzan maghrib telah berkumandang, Aulia tengah berjalan sendiri menuju masjid yang tak jauh dari rumahnya. Tiba-tiba pandangannya beralih ke seorang anak yang sedang membaca buku di bawah pohon mangga. “Atlas?” Ia langsung datang menghampiri Atlas yang sedang membaca buku isyarat-isyarat tangan. Atlas pun langsung melemparkan senyuman kepada Aulia dan melanjutkan bacaannya kembali.

“Kamu kok di luar? Ini maghrib. Kamu nggak sholat?”. Atlas hanya menggeleng dan langsung berlari menuju Masjid.

“Nggak kok malah iya?” Aulia bingung dengan maksud Atlas. Setelah memasuki masjid, Aulia melihat Atlas sedang berdiri di antara para pria yang ada di barisan pertama. Senyuman manis pun hadir di wajah Aulia yang basah karena air wudu. Ketika sholat magrib sedang berlangsung dan tanpa sepengetahuan Aulia, Atlas malah berlari keluar masjid dan tak melaksanakan sholat. Ia malah kembali membaca buku sambil duduk di bawah cahaya lampu jalan.

“Atlas? kamu nggak sholat ya?” Tanya Aulia kepada Atlas. Namun, Atlas tak menghiraukannya dan malah memberi isyarat kepada Aulia.

“Temanku? mmm… aku nggak punya teman.” jawab Aulia setelah tahu apa arti isyarat Atlas. Mereka berdua pun saling diam di malam yang dingin itu.

Aulia melirik Atlas dan berkata, “Aku mau jadi teman kamu, Atlas.” mendengar ucapan Aulia tersebut, Atlas langsung terbelalak dan menggaruk-garuk kepalanya dengan kuat. Ia pun merogoh saku dan mengeluarkan sebatang pena. Ditulisnya seuntai kalimat di atas kertas buku yang ia baca tadi.

“Te..man? ta..pi.. a..ku.. su..ka.. ka..mu?!” Aulia langsung menghentikan bacaannya dan menutup mulutnya. Atlas pun tertawa melihat Aulia berekspresi seperti itu. Aulia langsung berlari meninggalkan Atlas. Mungkin ia merasa malu ditertawakan Atlas. Atlas bukannya mengejar Aulia, ia malah tetap mempertahankan posisinya di bangku jalan dengan senyuman kecil.

Setelah berlari beberapa meter dari Atlas, Aulia berhenti karena kelelahan. Nafasnya tersengal-sengal dan detak jantungnya tak karuan. Ia langsung memikirkan hal yang tadi, “Atlas menyukaiku? tidak mungkin. Aku memang menyukainya, tapi, aku malu kalau pacarku seorang bisu”. Setelah sejenak istirahat, ia memutuskan untuk pulang.

Keesokan paginya, seperti biasa Aulia tetap bekerja di perpus. Ia menunggu kehadiran cowok bisu kemarin. Setelah setengah hari menunggu, rupanya Atlas tak kunjung datang. Ia pun memutuskan untuk bolos kerja demi mencari Atlas. Dicarinya Atlas ke daerah masjid. Tetapi, hasilnya tetap saja nihil. Di bangku jalan dan pohon mangga tak ada Atlas terlihat. Ia pun menyerah dan menghela nafas, “Huh, ini kan hari minggu. Aku bolos saja deh. Sebaiknya aku pergi beli es krim”.

Sampai di toko es krim, kebetulan di sebelah berlokasikan gereja protestan, Aulia pun melihat-lihat orang-orang ramai keluar dari gereja. Tiba-tiba, es krim Aulia terjatuh dan matanya melototi sesuatu.

“A..a.. atlas?” Aulia heran dan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Atlas yang langsung mendapati Aulia sedang melihatnya, segera berjalan menghampiri Aulia di depan toko es krim.

“Atlas! Kamu kok pindah kepercayaan?” Aulia marah dan pergi meninggalkan Atlas. Senyuman hadir di bibir Atlas dan ia langsung menarik Aulia ke pelukannya. Jantung Aulia berdegup kencang. Atlas yang tetap santai, dengan sengaja meletakkan sesuatu di telinga Aulia kiri dan kanan. Aulia tambah bingung dan menatap mata Atlas.

Tiba-tiba, telinga Aulia mendengar sesuatu, “Aulia, aku tidak bisu tapi kau lah yang tuli. Aku bukan muslim tapi aku seorang nasrani. Apa yang telah kulakukan di hadapan mu kemarin dan sekarang, pikirkanlah, itu semua kudasari dengan CINTA.”

Dunia terasa bergetar, dan semuanya terasa gila, itulah yang dirasakan Aulia sekarang. Perasaan malu, gugup, dan stres bercampur aduk dalam diri Aulia. Selama 17 tahun dan sekarang ia baru menyadari sesuatu yang luar biasa. Bisu dan jatuh cinta kepada seorang Malaikat.
                                     
By: Nanda Insadani