Hujan Dalam Satu Harapan (Part 1)

Rintikan hujan masih membasahi bumi Jemonistan, bau tanah makin menusuk indra penciuman manusia. Sambil merebah asa diiringi temaram langit kelam di ujung angkasa, seorang diri berjalan menepaki arah jalan sepi nan basah di batas bumi Jemonistan yang asri lagi indah, seindah hati yang ingin ia temui. Hanya saja gerimis kecil itulah sedikit banyak menghambat lembaran rencana yang ia rangkai dalam memori ingatannya yang sebatas jua. Padahal, sebentar lagi dunia akan di datangi malam tak berbintang, hanya karena kuasa cuaca yang tidak mendukung. Hati seorang diri itu kian di selimuti atmosfer kecemasan yang begitu tebal, dan hampir-hampir ia di tikam oleh asa dan harap saat rasa tersebut ia bendung.

“Mudah-mudahan bisa berjalan sesuai rencana..” Batinnya.

Seorang itu adalah Akmal Farid, sesosok manusia polos yang seakan terlihat seperti anak kecil karena baby face yang ia miliki, begitu polos tak ayalnya seperti aktor cilik di film HOME ALONE yang biasanya di putar pada saat menjelang tahun baru. Sambil melantunkan sya’ir lagu anak band yang lagi naik daun di kalangan para pelajar, ia masih berjalan menembus rintikan anak hujan di petang tak berirama.

Harus ku akui…
Sulit cari penggantimu…
Yang menyayangku…

Sepanjang jalan bumi Jemonistan, Akmal masih melantunkan sya’ir lagu itu, berharap apakah yang ia ucapkan akan segera terjadi? Entahlah? Memang, sudah lama Akmal memendam rasa itu tepatnya pada saat ia pertama kali bertemu dengan sosok gadis belia bak bidadari di bumi Jemonistan pula. Selayaknya seorang psikolog ulung yang langsung bisa menebak karakter seseorang dengan tatapan matanya, Akmal langsung bisa menebak isi hati yang ia temui, dan itu telah terbukti. Sosok gadis belia itu adalah Yuniar Angelia, gadis berkelahiran kota bersemboyankan BERSINAR itu benar-benar telah membuat hati Akmal terjatuh untuk kesekian kalinya. Akmal mengakui bahwa ia sedang merasakan Dejavu kala melihat sosok Yuniar. Akmal teringat akan seseorang yang telah menghiasi jiwanya beberapa tahun silam. Baginya, Yuniar adalah metamorfosis dari Latifah Putri Ambarsari, cinta pertamanya dan telah ia putusi karena alasan tertentu.

Semenjak pertemuan pertamanya dengan Yuniar, Akmal dapat merasakan getaran cinta yang pernah ia rasakan dahulu ketika jiwanya berjumpa dengan Latifah Putri Ambarsari. Pertemuan itu terjadi kala senja datang menghadang di Masjid Raya Jemonistan.

Seusai sholat maghrib, Akmal bersegera mengambil sebuah novel yang baru saja ia beli, TEMBANG ILALANG. Isi dari novel itu adalah perjuangan mendapatkan cinta dan kemerdekaan dalam bumi konflik, Indonesia pada masa-masa pra-freedom tahun 1930-an. Dan Akmal selalu membayangkan sesosok Asroel (dalam novel itu) yang memperjuangkan jiwa raganya demi mendapatkan kemerdekaan dan cinta dari seorang Roekmini, dan Akmal sendiri ingin sekali menggoreskan sejarah cintanya walau berada di bumi konflik.

“Kayaknya seru juga bukunya!”. Ucap seorang gadis belia yang tiba-tiba menghampiri Akmal.

Akmal belum berani bertatapan langsung dengan pemilik suara itu. Suaranya begitu merdu, seketika mengiang-ngiang di dalam ingatannya. Diangkatnya wajahnya, kemudian mata mereka saling bertemu. Terdiam sesaat, petang terus membayang meniggalkan berkas-berkas cahaya pada sepasang hati tersebut.

“Oohh…ya…!,Tembang Ilalang judulnya.” Akmal jadi salah tingkah. Tidak seperti biasanya Akmal menjadi seperti orang yang terkena stroke ketika berhadapan dengan lain jenis. Tapi sesosok perempuan ini sangatlah berbeda dengan yang lain.

Gadis belia itu duduk menghampirinya dan berkata, “Kak… boleh kenalan gak…?”. Gadis itu mengulurkan tangannya kepada Akmal tanda untuk berjabat tangan.

Naluri lelaki Akmal memuncak, ia merasakan sangat nervous kala gadis itu mengajaknya berkenalan di tambah lagi ingin berjabat tangan dengannya. Akmal jadi salah tingkah untuk kesekian kalinya, benar-benar tak seperti biasanya. Hanya saja yang membedakan adalah sosok gadis bak bidadari yang datang menghampirinya dan begitu manis bila di pandang. Akmal yang sedari tadi merasa nervous mulai melawan rasa itu.

“Jangan panggil aku kakak, panggil saja aku Akmal, itu sudah cukup.”

“Ohh… Mas Akmal ya…?”

“Mas…? Masmu apa…?”

“Iya, masak kakak gak boleh mas gak boleh, lha terus gimana?”

“Iya gak apa-apa dech, adek namanya siapa?”

“Adek?” ucap gadis itu bercanda.

“Iya, adek… adekku.”

“Heh… panggil saja Yuniar, Yuniar Angelia.”

“Nama yang cantik, secantkik yang punya.” Canda Akmal.

“Hemb…”

Seketika, pertemuan pertama itu menimbulkan berbagai rasa dalam kalbu, beribu asa langsung tertanam dalam sanubari. Akmal yang biasanya tertutup, tiba-tiba saja menjadi pribadi yang periang semenjak kejadian itu. Mulai dari saat itulah Akmal bisa merasakan guncangan rasa yang hampir saja merobohkan dinding hatinya. "Fall in love…"
***
                                 

Cerpen Karangan: Akmal Farid