Hujan Dalam Satu Harapan (Part 2)

Hujan masih mengguyuri bumi Jemonistan. Makin lama hujan tak lagi berkutik, tak turun dan mulai reda. Akmal memandang ke depan ke arah Masjid Raya Jemonistan, tempat pertama kali ia bertemu dengan bidadari di hatinya. Dan di tempat itu pula ia akan mengungkapkan isi hati yang selama ini ia pendam.

Tepatnya hari ini adalah hari yang begitu spesial baginya. Yaitu hari ulang tahun Yuniar bertepatan dengan tanggal 8 Juni. Bagi Akmal, Yuniar adalah sosok yang begitu ia kagumi, dari pribadinya yang begitu sederhana, nggemesi, imut serta tak mau merepotkan orang lain dalam segala hal dan keadaan. Maka dari sinilah rasa cemas Akmal memuncak seperti Gunung Everest. Akankah Yuniar menerima hadiah darinya?. Atau akan disia-siakan begitu saja?. Hanya hati Yuniar-lah yang dapat menjawab semua itu. Karena ini merupakan bentuk kerepotan diri baginya. Tapi Akmal membawa hadiah berupa kalung hati dan ingin menyerahkan kepada Yuniar dengan ikhlas tanpa mengharapkan sesuatu apapun darinya. Sungguh ini adalah bentuk pengorbanan cinta Sang Akmal kepada Yuniar. Dan rasa cemas itu selalu saja datang menghalangi di setiap langkah Akmal.

Lantunan adzan Maghrib saling sahut-menyahut menyambut petang yang mendung serta malam yang kelam, mulai dari ujung Palestine sampai ujung Jemonistan yang sebelumya menghampiri jalur Kemelunia. Memang, ketiga negeri itulah yang bisa meramaikan suasana hati yang di rundung pilu. Dengan adanya sungai sepanjang ketiga negeri itu dan tak tahu dimanakah akan bermuara, bisa deperhatikan pemandangan yang elok tak ayalnya seperti surga dunia. Dan bagi Akmal Jemonistan adalah surga cinta tersendiri dan telah banyak hati yang bersemi di bumi ini, termasuk Akmal.

Kini, rasa cemas Akmal kian membuncak naik. Sedari tadi ia belum melihat sosok Yuniar, ia hanya melihat Maharani, teman sekaligus tetangga dekat Yuniar. Rani, begitu ia memanggilnya.

“Yuniar gak ikut jama’ah, Ran.?” Tanya Akmal khawatir.

“Paling sebentar lagi datang..” Jawab Rani yang sudah bisa menebak perasaan Akmal.

“Jangan terlalu khawatir, kak. Aku sudah mengingatkannya kalau hari ini adalah special day buatnya..” lanjut Rani.

“Jadi Rani sudah tahu kalau aku akan memberikan suprize pada Yuniar?”

“Kan, Yuniar yang ngomong sama aku, tapi dia nggak mau ngerepoti kakak, dia paling nggak suka akan hal itu.”

“Tapi aku ini iklas…”

“Yah, kalau begitu, kakak langsung saja bilang sama orangnya.. itu orangnya datang..” Lanjut Rani.

Deg, jantung Akmal berdegup cepat, rasa cemas, khawatir dan gugup menjadi satu dalam jiwa sang Akmal pada saat itu. Seakan lidahnya terasa kelu, mulutnya serasa di kunci mati, tubuhnya seperti tak bergerak lagi, darahnya mengalir desar tak terkendali. Ini adalah rasa yang pernah ia temui pada awal bertemu, dan sekarang terulang kembali.

Mata Akmal melirik takut ke arah Yuniar, takut akan pandangan mereka saling bertemu. Ia seakan tak ingin membuat Yuniar kecewa malam ini, karena ia akan meluapkan seluruh isi hatinya. Tapi, karena mendung yang menganggu inilah membuat hati Akmal menjadi H2C. Akmal melihat Yuniar tak begitu bersemangat, cemberut dan sangat murung. Padahal, Akmal akan memberikan kejutan pada Yuniar di hari ulang tahunnya itu.

Akmal yang sedari tadi bingung bagaimana cara agar bisa langsung mengungkapkan rasanya pada Yuniar. Akmal kembali memanggil Rani.

“Ran, bolehkah kamu membantuku...?”

“Aku siap demi kebaikan kakak dan Yuniar.” Jawab Rani tegas.

“Serius ya, Jadi aku harap kamu bisa menemani Yuniar selama aku berbicara dengannya.”

“Maksudnya jadi obat nyamuk, gitu.”

“Bisa dikatakan begitu, dan yang terpenting adalah kamu harus bisa memahamiku.”

“Aku akan berusaha.” Jawabnya singkat.

Sembari meninggalkan Akmal, Rani berjalan mendekati Yuniar. Akmal bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang dirasakan oleh Yuniar pada saat ini, begitu murung, tak seperti biasanya. Sosok Yuniar yang di kenal Akmal adalah pribadi yang terbuka, selalu riang, murah senyum dan selalu membiarkan orang lain tuk bercanda dengannya. Walaupun sedikit keras kepala, tapi justru dari sinilah yang membuat Akmal begitu kagum padanya.

“Jarang-jarang sekali aku menemui gadis seperti dirimu, Yuniar.” Ucap Akmal suatu waktu. Tapi, untuk kali ini Yuniar tampak berbeda, sangat berbeda tak seperti sewajarnya. Kemudian Akmal berjalan menuju Yuniar yang di sampingnya telah ada Rani.

“Yuniar, bolehkah aku bicara sesuatu denganmu.?”

“Aku nggak punya banyak waktu, dan kalau bisa secepat mungkin.” Ucap Yuniar sinis.

“Koq somse sekali sich..? ada yang salah denganku..?”

“Lagi males aja..”

“Baiklah kalau begitu, lebih baik habis sholat Isya saja, tunggu aku di perempatan jalan.”

“Yeah…” Jawab Yuniar malas.


Hati Akmal mulai tak tenang, seakan ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Yuniar. Di tambah lagi gerimis kecil mulai berjatuhan dari langit mendung tak berbintang. Akmal hanya bisa berharap agar semua dapat berjalan sesuai rencana. I don’t know…
                                                         
Cerpen Karangan: Akmal Farid