Tangisan Sang Bangau (Part 2)

Pagi ini cerah sekali, namun lebih cerah hatiku yang baru saja menerima pesan dengan sambutan senyuman di layar ponselku. Dia selalu membuatku bahagia, selalu dan selalu. Dengan ogah-ogahan aku pun bangkit dari tempat tidur dan duduk di pinggir jendela.
Hari ini week end, dan kebetulan tak ada agenda kemana-mana, sehingga sangat mendukungku untuk bermalas-malasan seharian. Dalam kesendirianku, aku teringat ayah, sebetulnya aku rindu, namun kebencianku padanya mengalahkan rasa sayangku padanya.

Tiba-tiba saja ponselku berdering, yang membuyarkan lamunanku. Tumben sekali Oka menelponku. Dari suaranya aku bisa menangkap ada sesuatu yang gak beres yang terjadi dengannya. Aku pun langsung menanyakannya, namun jawabannya langsung membuatku tak berdaya, rasanya seluruh sendi-sendi tulangku luruh tanpa tersisa, aku lemas dibuatnya. Kurang lebih seperti inilah percakapannya:

“Ly, aku minta maaf banget sebelumnya” suara Oka di ujung sana dengan sedikit tersedu-sedu.

“Maaf buat apa Ka, kamu kenapa?” aku pun heran dibuatnya.

“Sumpah Ly, aku gak nyangka banget”

“Iya kenapa Ka, ngomong dulu baru minta maaf” rengekku agak memaksa

“Barusan Zakky ke rumahku”

“Iya aku tahu, trus kenapa” tanyaku tak sabar.

“Aku kaget banget Ly, masa dia ngungkapin perasaannya ke aku” jawabnya dengan gemetar.

“Maksudnya gimana Ka?”

“Iyah, dia ngungkapin perasaannya ke aku, kalo dia suka sama aku. Gila kan?”

Tak kuat aku mendengarnya, aku langsung ambruk. Tak tahu ponselku jatuh kemana, yang jelas aku tak percaya. Memang sih sebelumnya mas Zakky pernah cerita kalau dia sempet suka sama Oka, karena Oka mirip dengan mantannya. Tapi aku tidak membayangkannya sejauh dan senekat ini. Rasanya baru tadi pagi aku bermesra-mesraan dengannya, walaupun hanya lewat handphone. Aku diam beberapa saat, aku tak tahu harus bagaimana, karena aku memang belum sepenuhnya percaya perkataan Oka.

Pening rasanya ini kepala, namun dengan tertatih aku berusaha mencari ponselku dan meraihnya. Tak membuang waktu lagi, aku langsung menghubungi kekasihku -mas Zakky- dan meminta penjelasan darinya. Belum hilang peningku ini, sudah ditambah lagi dengan batu yang menimpaku, tepatnya menimpa perasaan dan hatiku. Mas Zakky membenarkan apa yang dikatakan Oka, dia pun menjelaskan bahwa dia sudah tak kuat lagi membohongi perasaannya, kalau dia memang suka sama Oka. Degg, aku tak tau pikiranku kemana, namun hatiku hancur, benar-benar hancur. Yang lebih parahnya lagi dia minta mengakhiri hubungan ini –putus-, hubungan yang selama ini aku jaga baik-baik selama empat tahun.

Aku tak mau putus, dia pun tetap bersih kukuh ingin putus. Dia tak ingin lagi denganku, sudah tak butuh. Namun aku juga tak mau mengakhiri ini begitu saja. Aku menangis, memohon kepadanya untuk tidak mengakhiri hubungan ini. Dia tetap tak mendengar bahkan mungkin tak mengerti apa yang aku rasakan. Aku mungkin sudah gila. Aku rela dia tak memberikan hatinya lagi untukku asalkan dia tidak memutuskanku, bahkan aku rela dia mencintai orang lain, asalkan dia masih menjadi kekasihku.

Dia tak menghubungiku dua hari ini, nomornya tidak aktif lagi. Kuliah pun aku tinggalkan. Aku masih tak percaya, aku layaknya patung. Tak bergerak sedikitpun dari tempat tidurku, apalagi keluar kamar, ku kunci kamarku. Kehawatiran ibu membuatnya berani dan mempunyai kekuatan untuk mendobrak pintu kamarku. Ya, saat ini kami hanya berdua, kakakku sedang ada tugas di luar kota untuk beberapa minggu.

Ibu sedih, menangis melihatku seperti ini. Tak ubahnya seperti mayat hidup. Tak satu pun pertanyaan ibu aku jawab, bahkan memberi isyarat pun tidak. Namun sepertinya dia mengerti, dia langsung menciumku, memelukku seerat-eratnya. Aku bisa merasakan pilunya hati ibu menemukanku seperti ini, bisa kurasakan dengan basahnya pundakku dengan air matanya. Sebenarnya aku pun lebih pilu melihat ibu menemukanku dengan kondisi seperti ini. Namun aku masih tak bisa berbuat apa-apa, mataku masih kosong.

Berkat ibu, keadaanku semakin membaik, dan belakangan ini aku pun sudah mulai berkomunikasi dengan ibu walaupun hanya seperlunya. Ibu sangat memahamiku, dia tak pernah sekalipun menanyakan masalahku, apalagi masalah hubunganku dengan mas Zakky. Tanpa ku beri tahu dia pun sudah jauh mengerti, dan dia pun tak ingin melihat malaikat kecilnya semakin terluka lagi. Dalam hatiku menangis. Aku ingin sekali bercerita kepada ibu tentang kesakitanku saat ini, namun aku tak mau menambah sakitnya lagi. Cukup fisik ibu saja yang mengalami itu, dan aku pun tak mau ibu tau betapa kejam dan jahatnya mas Zakky padaku, bagaimanapun aku masih tetap mencintainya, dan akan selalu mencintainya.

Bersambung...
                                                                
Cerpen Karangan: Safuroh Ahmad